Masyarakat adat di Maluku dan Papua secara turun temurun hidup berdampingan dengan laut. Mereka pun menjaga dan menghormati alam yang menjadi sumber penghidupan lewat ragam tradisi dan hukum adat.
Salah satu upaya menjaga ekosistem laut itu dengan tradisi sasi. Inilah praktik konservasi tradisional, peninggalan leluhur yang masih dilanjutkan hingga kini. Sasi berarti larangan mengambil hasil sumber daya alam tertentu di masa dan lokasi yang telah disepakati sebagai wujud pelestarian dan melindunginya dari eksploitasi berlebihan.
Adalah masyarakat Kampung Aduwei di Distrik Misool Utara, Raja Ampat, Papua Barat, salah satu daerah yang melestarikan tradisi sasi. Kampung Aduwei memiliki perairan dengan luas sekitar 200 hektare yang terbentang dari Tanjung Hanta sampai Joomsip (Muaraful) dan kaya biota laut.
Awalnya, sasi dikerjakan oleh kaum laki-laki di Kampung Aduwei yang dikelola petuanan-petuanan (tuan/pemilik) marga yang memiliki hak ulayat. Kini, sasi di Aduwei beralih dikelola oleh kelompok perempuan, yang terinspirasi kelompok mama-mama di Kampung Kapatcol, sebagai inisiator sasi perempuan di Raja Ampat. Dalam bahasa suku Matbat (suku asli Raja Ampat), kelompok ini bernama “Joom Jak Sasi”, yang memiliki arti perempuan penjaga laut.
“Di Papua, sasi tadinya ialah budaya kaum laki-laki yang dominan pada segala hal. Tapi, di Aduwei, bapak-bapak mempunyai dukungan yang besar sekali, dan memberi kepercayaan bagi perempuan untuk mengelola hasil laut ini,” ucap Pendeta Agustina Sawen, tokoh agama di Distrik Misool Utara.
Kelompok Joom Jak Sasi merupakan tokoh-tokoh perempuan kuat yang berkomitmen melakukan perlindungan dan pelestarian biota laut. Joom Jak Sasi mendapat kepercayaan dari pemilik hak ulayat, Marga Elwod, dalam melakukan pengelolaan sumber daya di wilayah sang pemilik hak ulayat. Bukan hanya itu, para suami dari anggota Joom Jak Sasi juga mendukung penuh aksi perempuan tangguh ini.
“Saya punya pekerjaan di laut sebagai nelayan, saya sebagai suami sangat mendukung dengan adanya sasi yang dikelola Joom Jak Sasi,” tegas Mario Blesia, warga Aduwei.
Tutup sasi
Pada 26 September 2022, Kelompok Joom Jak Sasi bersama masyarakat Kampung Aduwei menggelar upacara tutup sasi. Kegiatan ini dihadiri oleh sejumlah pejabat, seperti Direktur Yayasan Nazaret Papua Barat Tri Kurnia, perwakilan BLUD UPTD KKPD Raja Ampat Balief Wainsaf dan Mikha, Sekretaris Distrik Misool Utara Yusak Lan, dan Tim Institut Pertanian Bogor Prof. Dr. Mala Nurilmala, Taufik Hidayat MSi dan Rizsa MP MSi, .
Sasi yang diterapkan adalah larangan pengambilan biota laut teripang dan lobster selama setahun. Kelompok Joom Jak Sasi berikrar memberikan kesempatan bagi biota teripang, yang telah mengalami pengurangan populasi, untuk berkembang biak melalui pengelolaan adat berbasis masyarakat sehingga dapat dinikmati secara berkelanjutan.
Pengelolaan dilakukan agar biota yang dijadikan sasi tidak mengalami kepunahan. Dan saat sasi dibuka, hasil dari panen biota sasi diharapkan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat. Terutama, mendukung pendidikan keluarga yang memiliki anak sekolah di Aduwei.
“Puji Tuhan, dengan sasi ini, hasilnya diharapkan akan membaik. Bisa menjamin kebutuhan keluarga apalagi untuk anak sekolah,” ujar Dian Fatot, salah satu anggota Joom Jak Sasi.
Prosesi upacara tutup sasi dimulai dengan membawa tiga papan sasi ke dalam Gereja GKI Syalom Aduwei, yang dipimpin oleh Pendeta Agustina Sawen. Layaknya ibadah di gereja, prosesi diakhiri dengan pengajaran sasi dan pernyataan niat dari Kelompok Joom Jak Sasi, serta mendoakan papan sasi kepada Tuhan.
Setelah prosesi ibadah selesai, papan sasi selanjutnya dibawa oleh Majelis Jemaat dan rombongan menuju tiga titik penancapan papan di lokasi sasi, yakni Tanjung Hanta, Tanjung Jota, dan Jomsip.
Setelah penancapan papan terakhir, dilanjutkan dengan prosesi adat Suku Matbat yang dipimpin oleh Ketua Adat Suku Matbat Karel Fatot. Ritual Adat digelar di atas perahu dengan meminta kepada leluhur dan Tuhan untuk menjaga lokasi sasi, diakhiri dengan menghempaskan piring putih yang berisi pinang sirih dan teripang ke laut.
Usai rentetan acara tersebut, Kelompok Joom Jak Sasi berharap saat buka sasi nanti, hasil dari panen teripang dan lobster dapat melimpah. Masyarakat juga perlu bersama-sama menjaga wilayah sasi yang cukup luas dari pencurian, sehingga patroli berkala di wilayah sasi menjadi hal yang sangat penting dilakukan.
“Kalau kita tidak dukung program mereka, siapa lagi yang mendukung? Tempat di mana para perempuan melakukan tutup sasi ini ialah tempat yang rawan pencurian teripang dan lobster. Dengan gagasan ini, kita bersyukur dan terima kasih pada perempuan yang melakukan kegiatan sasi. Kita sangat mendukung,” pungkas Karel Fatot.